MENGENAL LEBIH DALAM SURAT AT TAKATSUR
Manusia banyak yang lalai karena
kesibukannya saling berlomba meraih dunia. Ada yang rakus akan kedudukan atau
kekuasaan. Ada juga yang saling menyombongkan diri dengan harta dan anaknya.
Mereka barulah berhenti ketika sampai di liang lahat. Padahal semua nikmat
kelak akan ditanya.
Allah Ta’ala
berfirman,
بسم الله الرحمن الرحيم
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1)
حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ
لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)
“Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya
kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan
ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia
itu).” (QS. At Takatsur: 1-8).
Surat ini menjelaskan tentang
orang-orang yang lalai dari beribadah kepada Allah. Padahal ibadah itulah
tujuan diciptakannya manusia. Yang dimaksud di sini adalah beribadah kepada
Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain Allah, mengenal-Nya dan
mendahulukan cinta Allah dari lainnya.
Manusia Menjadi Lalai
Manusia menjadi lalai karena waktunya
hanya dihabiskan untuk membanggakan diri dengan harta. Berbangga di sini bisa
jadi pada anak, harta, dan kedudukan. Sedangkan berlomba-lomba atau saling
mengejar untuk meraih ridho Allah tidak termasuk di sini.
Terus Berbangga Hingga
Ke Liang Lahat
Manusia akan terus berbangga
satu dan lainnya hingga mereka masuk ke dalam kubur. Artinya, ketika mereka
merasakan kematian, barulah mereka berhenti dari berbangga-bangga dengan harta.
Namun perlu diketahui bahwa alam
kubur hanyalah tempat mampir sebelum sampai ke alam berikutnya. Alam kubur
bukanlah tempat mukim selamanya. Dalam ayat ini pun dikatakan demikian, yaitu
disebut alam kubur sebagai tempat ziarah, artinya berkunjung dan itu sifatnya
sementara. Negeri yang kekal abadi adalah di akhirat kelak.
Ayat ini sekaligus menunjukkan
bahwa amalan itu akan dibalas di negeri yang kekal abadi (bukan negeri yang
akan fana).
Jika Mereka Tahu …
Seandainya mereka tahu apa yang
terjadi di depan mereka yaitu mengetahui dengan ilmu yang sampai ke hati, tentu
mereka tidak lalai sehingga terus-terusan berbangga-bangga dengan harta. Jika
mereka tahu, tentu mereka akan segera beramal sholeh.
Namun sayangnya, mereka
benar-benar tidak tahu sehingga mereka pun akan melihat neraka Jahim yang
dijanjikan pada orang-orang kafir.
Surat
Makiyah, terdiri dari 8 Ayat, turun sesudah surat Al-Kautsar.
PEMBAHASAN LEBIH DALAM
Imam Ibnu Katsir menjelaskan : bahwa Ibnu Abu Hatim telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, dari abu Usamah, dari Saleh Ibnu Hibban, dari Abu Buraidah, Bahwa Surat ini diturunkan berkenaan dengan dua kabilah Ansar (Bani Haritsah dan Banil Harits), dimana mereka saling membanggakan diri dengan harta-harta mereka yang banyak. hingga turunlah firman Allah Ta'ala dalam surat at-Takatsur.
Kemudian Imam Ibnu Katsir mengatakan : Allah Subhanahu wata'ala berfirman : bahwasanya kalian sering sekali disibukan oleh kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi dan kesenangan akan berbagai perhiasan yang ada didalamnya, sehingga mengakibatkan kalian melalaikan bahkan melupakan terhadap upaya untuk mencari kebahagiaan akhirat. ketahuilah, bahwa obsesi memburu kesenangan dunia, mengejar kesuksesan dunia hanya akan berdampak pada terabaikannya urusan-urusan akhirat, hingga tanpa disadari maut datang menjemput dan kalian dimasukan kedalam kubur.
Di
awal ayat, Allah Ta’ala berfirman
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ, حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS.
At-Takatsur:1- 2).
Dalam bahasa arab, kata أَلْهَاكُمُ bermakna telah
membuat kalian lupa. sedangkan kata التَّكَاثُرُ bermakna bermegahan-megahan
dan saling memperbanyak harta.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ibnu Zaid Ibnu Aslam dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rosulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Ibnu Zaid Ibnu Aslam dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rosulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ- عن
الطاعة - حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ - حتى يأتيكم
الموت -
Bermegah-megahan
telah melalaikan kalian dari ketaatan, sampai kalian masuk kedalam kubur
(sampai maut datang menjemput kalian)
Di
dalam Kitab Shahih Bukhori dalam Bab Raqaa'iq telah disebutkan
hal yang sama dari Al-Hasan Al-Basri dari ubay Ibnu Ka'ab mengatakan bahwa
sebelum turun ayat Alhaakumuttakaatsur, Nabi Shallallahu 'alaihi
wasalam pernah bersabda :
لوكان لابْن آدَمَ وَادِ مِنْ ذَهَبٍ...
إلى اخيره
Senada
dengan Hadits dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia
pernah mendengar Ibnu Az-Zubair berkata di atas mimbar saat khutbah di
Makkah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لوأَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ
وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا
أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ،
وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Seandainya
manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua.
Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa
menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa
saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).
Dalam
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Sholihin yang diantaranya ditulis oleh Syaikh
Musthofa Al Bugho, bahwa yang dimaksud dengan “Tidak ada yang memenuhi
perutnya kecuali tanah” adalah ia terus menerus memenuhi dirinya dengan
harta sampai ia mati lantas dikuburnya, isi perutnya dipenuhi dengan tanah
kuburan.
Para
Ulama ahli Hadits seperti Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Nasa'i
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِى مَالِى
إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى
أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى, وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ
لِلنَّاسِ
“Seorang hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu
hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang,
harta yang ia berikanlah (yang dibelanjakan dijalan allah-pen) yang sebenarnya
harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada
orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i).
Dari
Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ،
فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ
وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga. Yang dua
akan kembali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya tadi
adalah keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali.
Sedangkan yang tetap menemani hanyalah amalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian
dalam ayat selanjutnya Allah Azza wajalla berfirman :
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ, ثُمَّ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui” (QS. At-Takatsur: 3-4).
"Al-hasan
mengatakan bahwa dalam ayat ini mengandung pengertian ancaman sesudah ancaman
lainnya." Sahabat sekalian, sesungguhnya kita telah diancam sekaligus
diingatkan oleh Allah Ta'ala, bahwa ketika kematian datang menjemput. Barulah
kita sadar akan kelalaian kita, sadar bahwa apa yang kita lakukan adalah
kesia-siaan. Barulah kita paham, bahwa harta yang telah susah payah kita
kumpulkan akhirnya ditinggalkan. dan barulah kita ingat bahwa dunia itu
amatlah singkat dan perjalanan akhirat yang kekal butuh perbekalan yang sangat
banyak.
Dalam
kondisi demikian, manusia semakin sadar dan semakin mengetahui, bahwa ketika ia
telah masuk ke dalam kubur. Ia tidak lagi bisa memohon agar dikembalikan ke
dunia, yang ada hanyalah pertanggung-jawaban kepada Allah Ta'ala. Sementara
harta yang bertahun-tahun ia kumpulkan, saat itu sedang dibagi-bagi oleh
keluarganya, sedangkan ia harus susah payah mempertanggung-jawabkan harta hasil
jerih payahnya itu. harta dari yang halal akan DIHISAB dan harta dari yang
haram akan DIADZAB.
Selanjutnya Allah berfirman :
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ
الْيَقِينِ
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin (‘ilmu al-yaqin).” (QS. At-Takatsur: 5).
Dalam
ayat ini, Allah mengingatkan manusia. Dan ini adalah bentuk kasih sayang Allah
kepada para hamba-Nya. Allah ingatkan, janganlah kalian para hamba-Ku
disibukkan dengan perlombaan dunia, Jangan terlena dengan kemewahan yang maya,
jangan haus akan kekayaan yang fana, karena hal demikian akan melalaikan dan
melupakan kalian dari mencari bekal akhirat. Ketahuilah...!! kemudian Yakinilah...!!
bahwa kematian itu pasti akan terjadi. Dan tidak ada seorang pun yang akan
luput dari kejaran MAUT.
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya :
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ, ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ´ainul yaqin” (QS.
At-Takatsur: 6-7).
Jahim
adalah nama dari nama-nama neraka. dan ayat ini merupakan penjelasan dari
ancaman yang telah disebutkan diatas, yaitu pada firman كَلَّا سَوْفَ
تَعْلَمُونَ, ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ . Allah mengancam mereka dengan
Neraka Jahim, yaitu saat ahli neraka melihat neraka yang sedang bergolak dengan
dahsyat, maka menyungkurlah semua malaikat terdekat dan para nabi pun duduk
bersediku diatas kedua lututnya karena sangat takut menyaksikan peristiwa yang
sangat mengerikan itu.
Dan saat dibangkitkan itulah pengetahuan manusia yang sebelumnya sebatas keyakinan berdasarkan kabar dari ilmu (‘ilmu al-yaqin) berganti menjadi penginderaan (‘ainu al-yaqin), Pengetahuan akan hari kebangkitan yang sebatas keyakinan di dalam hati semakin dibuktikan dengan indera penglihatan. Semakin menyesallah orang-orang yang menyesal dan selamatlah orang-orang yang berbekal.
Dan saat dibangkitkan itulah pengetahuan manusia yang sebelumnya sebatas keyakinan berdasarkan kabar dari ilmu (‘ilmu al-yaqin) berganti menjadi penginderaan (‘ainu al-yaqin), Pengetahuan akan hari kebangkitan yang sebatas keyakinan di dalam hati semakin dibuktikan dengan indera penglihatan. Semakin menyesallah orang-orang yang menyesal dan selamatlah orang-orang yang berbekal.
Surat
At-Takatsur ini Allah tutup dengan firman-Nya,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ
النَّعِيمِ
“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 6).
Semua
manusia, baik mukmin maupun kafir akan ditanya tentang kenikmatan-kenikmatan
dunia yang mereka kecap.
berkenaan
dengan hal ini, Ada sebuah kisah yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim di dalam Kitab Shahih-nya, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan, (yang singkatnya) : Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam
bersama Abu bakar as-shidiq bin Abi Kuhafah juga Umar bin khatab, keluar dalam
keadaan lapar menuju rumah salah seorang sahabat Anshar ( Abu Ayyub
al-Anshari). singkat cerita, ketika bertemu dengan sahabat yang dimaksud,
sahabat itu memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dua
orang rekannya. Dia berkata, “Segala puji bagi Allah, pada hari ini aku tidak
mendapatkan tamu-tamu yang lebih mulia selain diri tamuku.”
Lalu
sahabat itu menghidangkan korma segar dan korma yang sudah dikeringkan. Dia
berkata, “Makanlah hidangan ini”. Lalu orang sahabat itu menyembelih
domba, dan mereka semua makan dan minum. Setelah mereka kenyang, beliau
bersabda shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Bakar dan
Umar, “Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, kalian benar-benar akan
ditanya tentang kenikmatan ini pada hari kiamat. Rasa lapar telah membuat
kalian keluar dari rumah, kemudian kalian tidak kembali melainkan setelah
mendapat kenikmatan ini.”
sahabat
sekalian, Jika makanan yang halal dan sedikit saja akan Allah tanyakan. lantas
bagaimana dengan harta yang banyak yang dikumpulkan dalam perlombaan
bermegah-megahan, serta kenikmatan-kenikmatan lain yang kita nikmati.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَوالله مَا الفَقْرَ أخْشَى
عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ
عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ،
فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa
kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia
sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian
pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang
terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana
mereka dibinasakan olehnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari
beberapa ayat yang Allah sebutkan tentang sifat kehidupan dunia, tidak satu pun
ayat yang menyebutnya dengan bentuk pujian terhadap dunia. Sebagaimana
firman-Nya,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي
الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ
ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ
عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).
Sahabat
sekalian, dalam sebuah hadits qudsi Allah Ta'ala berfirman :
“Wahai
Dunia jika hambaku mengejarmu maka perbudaklah dia olehmu. Namun, jika Allah
tujuannya jadilah engkau (Dunia) takluk pada hambaku.”
Diakhir
tulisan ini, saya ketengahkan sebuah perkataan seorang penyair :
أنت للمال إذاأمسكته # فاذا
أنفقته فالمال لك
Engkau
ditunggangi harta jika engkau pegang dia # maka jika engkau belanjakan dia,
berarti itu adalah milik mu (bekalmu-pen).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar