MENGENAL
LEBIH DALAM SURAT AL KAUTSAR
إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ () فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
() إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya, orang-orang yang
membencimu dialah yang terputus.” (al-Kautsar: 1—3)
Ø
Sebab
Turunnya Ayat
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
mengisahkan, ketika Ka’ab bin Asyraf tiba di kota Makkah, orang-orang Quraisy
bertanya kepadanya, “Apakah
engkau pemuka mereka? Tidakkah engkau melihat orang ini, yang mengaku lebih
baik daripada kami?Padahal kami adalah ahli haji, pengabdi Ka’bah, dan pemberi
(penyaji) minuman.’ Ka’ab berkata, ‘Kalian lebih baik darinya.’ Turunlah ayat,‘Sesungguhnya
Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang
banyak’.” Asy-Syaikh
Muqbil rahimahullah mengatakan
bahwa hadits ini diriwayatkan oleh al- Bazzar rahimahullah dan sanadnya sahih.
Ø
Mufradat
Ayat
الْكَوْثَرَ
“Kenikmatan yang banyak.”
Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang
makna “al-Kautsar”:
a
Maknanya adalah
sungai di dalam jannah (surga) yang diberikan oleh Allah Subhanahu
wata’alakepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan riwayat dari beberapa sahabat,
seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, ‘Aisyah , serta tabi’in seperti
Mujahid dan Abul ‘Aliyah rahimahumallah.
b
Maknanya adalah
kebaikan(nikmat) yang banyak. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbasradhiyallahu
‘anhuma, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, dan Mujahid rahimahumullah. Pada sebuah
riwayat yang dikeluarkan oleh al-Bukhari rahimahullah dan yang lain, dari Abu Bisyr rahimahullah, dia pernah
bertanya kepada Sa’id bin Jubair rahimahullah tentang pendapat yang mengatakan bahwa
al- Kautsar adalah sungai di jannah. Beliau menjawab, sungai di jannah termasuk
bagian dari kebaikan yang Allah Subhanahu wata’ala berikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Ikrimah rahimahullah; beliau berkata
bahwa makna al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak, kenabian, Islam, al-Qur’an,
dan hikmah.
c
Maknanya adalah
telaga di jannah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Atha’ rahimahullah; beliau berkata
bahwa makna al-Kautsar adalah telaga di jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu
wata’ala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Menurut Ibnu Jarirrahimahullah, dari sekian pendapat di atas, yang
paling mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bahwa al-Kautsar
merupakan sungai di jannah yang diberikan kepada RasulullahShallallahu ‘alaihi
wasallam. Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu
wata’ala menyebutnya dengan
al-Kautsar (kebaikan atau kenikmatan yang banyak) karena keagungan nilainya.
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan
berkurbanlah.”
Terdapat beberapa penafsiran dari ulama
salaf tentang ayat di atas.
a
Maknanya adalah
meletakkan tangan kanan pada tangan (lengan) kiri di atas dada ketika shalat.
Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Pendapat
yang semakna diriwayatkan pula dari asy-Sya’bi.
b
Maknanya adalah
shalat fardhu dan mengangkat kedua tangan sejajar nahr (pangkal leher) saat membuka
shalat (takbiratul ihram).
c
Maknanya adalah
shalat fardhu atau shalat fajar dan menyembelih unta di Mina atau pada hari
Idul Adha.
d
Maknanya adalah
shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban.
e
Pendapat yang lain
mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan perintah Allah Subhanahu
wata’ala kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebab, orang-orang (musyrik) pada waktu itu melaksanakan shalat dan menyembelih
untuk selain Allah Subhanahu
wata’ala. Maka dari itu, Allah Subhanahu wata’ala memerintah beliau, “Jadikanlah shalat dan
sembelihanmu karena AllahSubhanahu wata’ala.” Sebagian ulama berpendapat, ayat ini
turun saat terjadi Perjanjian Hudaibiyah, ketika Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya dikepung dan dihalangi dari Ka’bah.
Lalu Allah Subhanahu
wata’ala memerintahkan agar
beliau melaksanakan shalat, menyembelih unta, dan kemudian berpaling. Menurut
Ibnu Jarir rahimahullah,
dari semua pendapat di atas, yang paling utama dan yang benar adalah pendapat
yang mengatakan bahwa maknanya adalah ”Jadikanlah
shalatmu seluruhnya karena Rabbmu, dengan mengikhlaskannya hanya untuk-Nya,
bukan untuk selain- Nya. Demikian pula sembelihanmu, jadikanlah hanya
untuk-Nya, bukan untuk berhala. Bersyukurlah kepada-Nya atas kemuliaan dan
kebaikan yang tidak ada tandingannya yang hanya diberikan kepadamu.” Ibnu Jarir menguatkan pendapat ini
karena Allah Subhanahu wata’ala telah
memberitakan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pemberian, kemuliaan, dan
kenikmatan (al-Kautsar) yang dengannya Dia Subhanahu
wata’ala memuliakan beliau.
Tafsirnya, sesungguhnya Aku telah memberimu—wahai Muhammad—al- Kautsar, sebagai
bentuk pemberian nikmat dan pemuliaan untukmu dari Kami. Maka dari itu,
ikhlaskanlah ibadah hanya untuk Rabbmu. Tunaikanlah shalat dan kurban hanya
untuk-Nya.
إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus.”
Maknanya, orang yang membenci dan
memusuhimu, dialah yang terputus, rendah, hina, dan binasa. Tentang siapa yang
dimaksud oleh ayat ini, terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan, yang
dimaksud adalah al-‘Ash bin Wa’il. Ada pula yang menyatakan, dia adalah ‘Uqbah
bin Abi Mu’aith. Yang lain mengatakan, mereka adalah beberapa orang dari suku
Quraisy. Yang benar, menurut ath-Thabari t menurutnya, Allah l mengabarkan
bahwa orang yang membenci Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang rendah, hina, dan
terputus. Hal itu menjadi ciri setiap manusia yang membenci beliau, meskipun
ayat ini turun berkenaan dengan orang tertentu. (Tafsir ath-Thabari,
24/679—697)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam kitab Tafsir Juz ‘Amma, sebagian
ulama berpendapat bahwa surat ini adalah surat Makkiyah, sedangkan yang lain
berpendapat Madaniyah. Surat Makkiyah adalah surat yang diturunkan sebelum
hijrah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, baik turun di Makkah
maupun di Madinah, atau di waktu safar. Jadi, surat Madaniyah adalah surat yang
diturunkan setelah hijrah. Inilah pendapat yang kuat dari sekian pendapat
ulama. Adapun kata “al-Kautsar”,
dalam bahasa Arab artinya adalah kebaikan (kenikmatan) yang banyak.
Demikianlah, Allah Subhanahu
wata’ala telah memberi Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallamkebaikan yang banyak,
di dunia dan di akhirat. Di antara kebaikan itu adalah sungai besar yang berada
di jannah, yang mengalir menuju telaga Nabi. Warna airnya lebih putih daripada
air susu, lebih manis daripada madu, dan lebih harum daripada minyak wangi.
Telaga itu berada di tempat yang terbuka di hari kiamat. Orang-orang mukmin
dari umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallamakan mendatangi
tempat itu. Jumlah cangkir dan keelokannya sebanyak gugusan dan keindahan
bintang yang berada di langit. Barang siapa hidup di dunia menjalani agama
Islam di atas syariat beliau (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam),
di akhirat ia akan diizinkan mendatangi telaga tersebut. Sebaliknya, barang siapa
menjalani agama Islam tidak di atas syariat beliau, di akhirat ia akandihalangi
sehingga tidak bisa mendatangi telaga itu. Di antara sekian banyak kebaikan
yang telah diberikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di dunia adalah apa yang terdapat
dalam hadits berikut.
أُعْطِيْتُ
خَمْسًا، لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ
شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ
أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْمَغَانِمُ
وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ
يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةُ وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan
kepada seorang nabi pun sebelumku: (1) Diberikan kemenangan kepadaku dengan sebab gentarnya musuh dari
jarak perjalanan satu bulan; (2) dijadikan bumi sebagai tempat shalat dan
bersuci untukku, maka siapa pun laki-laki yang sampai kepadanya waktu shalat,
hendaklah ia shalat; (3) diberikan kepadaku syafaat; (4) dihalalkan untukku
ghanimah; dan (5) dahulu para nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan
aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim dari
Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Semua ini adalah kebaikan (nikmat) yang
banyak. Karena beliau diutus kepada seluruh manusia, konsekuensinya, beliaulah
nabi yang paling banyak pengikutnya. Dimaklumi bersama bahwa seseorang yang
mengajarkan kebaikan akan mendapat pahala seperti halnya pelakunya. Orang yang
telah menuntun umat kepada kebaikan dengan jumlah yang luar biasa adalah Nabi
MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam akan
mendapatkan bagian pahala dari setiap individu di antara umatnya. Tidak ada
yang mampu menghitung jumlah umat beliau selain Allah Subhanahu wata’ala. Di antara
kebaikan yang diberikan kepada beliau di akhirat adalah almaqam al-mahmud, seperti syafaat al-uzhma (syafaat yang agung).
Sebab, pada hari kiamat manusia
mengalami bencana, kesulitan, dan kesusahan yang tak kuasa mereka menahannya.
Akhirnya, mereka meminta syafaat. Mereka pun mendatangi Nabi Adam, lalu Nabi
Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa ‘Alaihissalam, hingga berakhir kepada
Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau pun berdiri dan memberi syafaat. Allah Subhanahu
wata’ala pun memutuskan di antara hamba-Nya dengan syafaat beliau.
Ini adalah kedudukan yang akan senantiasa dipuji oleh orang-orang yang
mterdahulu hingga akhir zaman. Kedudukan ini termasuk dalam firman Allah Subhanahu wata’ala,
ڍ
عَسَىٰ
أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Mudah-mudahan Rabbmu akan mengangkatmu ke tempat yang
terpuji.” (al-Isra’: 79)
Al-Kautsar adalah kebaikan yang
banyak. Di antaranya adalah sungai yang berada di jannah, yang juga disebut al-
Kautsar. Akan tetapi, al-Kautsar tidak terbatas pada hal itu saja. Setelah
menyebutkan karunia- Nya yang begitu banyak, Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan,
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan
berkurbanlah.”
Maknanya, sebagai bentuk rasa syukur kepada
Allah Subhanahu wata’ala atas nikmat yang sangat agung ini,
dirikanlah shalat dan berkurbanlah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala. Yang
dimaksud shalat di sini adalah seluruh jenis shalat. Pertama kali yang dimaksud
oleh ayat ini adalah shalat yang disertai oleh berkurban, yaitu shalat Idul
Adha. Meski demikian, ayat ini mencakup keseluruhan shalat. Jadi, “dirikanlah shalat karena Rabbmu,” baik yang fardhu maupun yang sunnah,
demikian pula shalat ied dan shalat jumat. Makna “berkurbanlah” adalah
dekatkanlah dirimu kepada AllahSubhanahu wata’ala dengan cara berkurban. Kata “nahr” maknanya adalah cara penyembelihan
unta (dengan menusuk/memotong aliran darah di bagian atas dada, dalam posisi
hewan berdiri). Adabun“dzabh”, adalah
istilah penyembelihan hewan sapi ataupun kambing (dengan memotong empat saluran
pada bagian leher, dalam posisi hewan direbahkan).
Ayat ini hanya menyebutkan “nahr” karena daging unta lebih bermanfaat
daripada yang lain ketika dibagikan kepada orang-orang miskin. Karena itu, pada
Haji Wada’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallammemotong 100 ekor unta,
63 ekor beliau potong sendiri dan sisanya beliau wakilkan kepada Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Seluruhnya beliau sedekahkan kecuali sedikit dari setiap unta, yang beliau
ambil untuk dimasak lalu dimakan dagingnya dan diminum kuahnya. Perintah dalam
ayat ini berlaku untuk beliau dan umatnya. Maka dari itu, kita wajib
mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana
yang diperintahkan kepada Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam.
Kemudian Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang
terputus.”
Makna syaniaka adalah orang yang membencimu, karena syana’an artinya kebencian. Contohnya adalah
firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن
تَعْتَدُوا ۘ
“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
terhadap suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).” (al Maidah:
2)
Artinya, janganlah kebencian (kalian) kepada mereka membawa kalian berbuat
melampaui batas. Demikian pula firman Allah Subhanahu
wata’ala,
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak
adil.Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa.” (al-Maidah: 8)
Artinya, janganlah kebencian kepada
mereka membawamu untuk meninggalkan keadilan (sikap adil).Al-abtar adalah isim tafdhil. Arti kata ini
adalah terputus, yaitu terputus dari semua kebaikan. Hal ini terjadi karena
orangorang kafir Quraisy mengatakan bahwa Muhammad (Shallallahu ‘alaihi
wasallam) adalah abtar,
yaitu tidak ada kebaikan dan berkah pada dirinya, serta dalam mengikuti
ajarannya. Kata ini mereka munculkan ketika Qasim, putra beliau, meninggal.
Mereka lalu mengatakan bahwa Muhammad abtar,
yaitu tidak ada keturunan. Kalaupun ada, maka akan terputus keturunannya. Oleh
karena itu, Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa al-abtar adalah yang membenci Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam,
dan dialah yang akan terputus dari semua kebaikan. Tidak ada berkah pada dirinya.
Hidupnya hanya berisi penyesalan. Jika hal ini berlaku atas orang yang membenci
beliau, begitu pula bagi yang membenci syariat (ajaran)nya. Oleh sebab itu,
barang siapa membenci syariat Rasulullah SAW, atau salah satu syiar Islam, atau
membenci ibadah apa pun yang dilakukan oleh manusia untuk melaksanakan agama
Islam, dia telah kafir, keluar dari Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala,
ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Hal itu karena sesungguhnya mereka benci
kepada apa yang diturunkan oleh
Allah (al-Qur’an) lalu Allah menghapus
(pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad:
9)
Tidak ada yang menghapus amalan selain
kekufuran. Barang siapa membenci kewajiban shalat, dia telah kafir, walaupun ia
menjalankan shalat. Barang siapa membenci kewajiban zakat, dia telah kafir
walaupun menunaikannya. Adapun yang merasa berat menjalaninya, namun tidak
membencinya, dikhawatirkan pada dirinya ada salah satu perangai kemunafikan,
meski tidak dikafirkan. Jadi, terdapat perbedaan antara orang yang merasa berat
(tanpa membenci) dengan orang yang membenci. Dengan demikian, surat ini
mengandung penjelasan tentang nikmat Allah Subhanahu
wata’ala yang diberikan
kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, yaitu kebaikan yang banyak. Selain itu, surat ini memuat
perintah untuk mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya untuk AllahSubhanahu
wata’ala. Perintah ini berlaku dalam seluruh bentuk ibadah. Surat ini juga
menjelaskan, siapa yang membenci Rasul n atau sebagian syariat beliau, dialah
yang terputus, yaitu tidak ada kebaikan dan berkah pada dirinya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar